IF-X , Proyek Jet Tempur Indonesia-Korsel Dilaporkan Porak-poranda
Lensa Aktual. IF-X atau KF-X , proyek kerja sama pengembangan pesawat jet tempur
antara Korea Selatan (Korsel) dan Indonesia menjadi sorotan di internal
pertahanan Seoul. Sekitar 80 pekerja Indonesia dalam proyek itu pulang
ke Tanah Air yang memicu spekulasi bahwa proyek tersebut mengalami
masalah.
Sumber pertahanan Seoul mengatakan, proyek jet tempur itu sedang porak-poranda setelah pihak Indonesia mengeluh tentang kontrak yang membatasi pihak Jakarta dari keuntungan teknis dan lisensi ekspor dari IF-X. Indonesia merupakan mitra asing satu-satunya dalam proyek jet tempur tersebut.
Dalam kontrak, pihak Indonesia menanggung 20 persen pembiayaan dari proyek IF-X USD7,5 miliar.
Awal Mei ini, Kementerian Pertahanan Indonesia dilaporkan berupaya menegosiasikan ulang program pengembangan jet tempur gabungan tersebut. Laporan itu awalnya diterbitkan kantor berita Antara.
“Negosiasi ulang diperlukan untuk memperjelas keuntungan Indonesia dari program ini, karena proyek akan dibiayai dengan dana dari anggaran negara,” kata juru bicara Kementerian Pertahanan Indonesia, Brigjen Totok Sugiharto.
Totok mengatakan Indonesia tidak boleh menjual pesawat IF-X ke negara lain atau secara lokal memproduksi beberapa komponen karena pembatasan kontrak.
Dia menambahkan negara ini tidak melihat masa depan untuk kerja sama seperti itu, sebagian karena intervensi Amerika Serikat yang membatasi penelitian yang akan membantu menghasilkan pesawat. Namun, Totok berharap program bersama ini akan terus berlanjut.
Sebelumnya, prospek penghentian Indonesia dalam partisipasi IF-X meningkat setelah pemerintah yang dipimpin Presiden Joko Widodo ini gagal membayar sekitar USD130 juta dari kontribusinya, yang jatuh tempo pada bulan Desember.
Sekitar 80 pekerja Indonesia yang mengambil bagian dalam pengembangan dan produksi IF-X kembali ke Tanah Air awal tahun ini rumah awal tahun ini. Hal itu menguatkan spekulasi bahwa proyek jet tempur ini sedang bermasalah.
Seorang insinyur Korea Aerospace Industries (KAI) mengatakan bahwa insinyur Indonesia yang dikirim ke Korea Selatan mengalami kesulitan untuk mempelajari dan meneliti teknologi kunci dari KF-X atau IF-X.
“Terus terang, delegasi Indonesia dibatasi untuk mengakses banyak bagian dari teknologi dan studi KF-X, terutama dari yang berkaitan dengan AS,” kata insinyur KAI itu kepada Defense News, yang berbicara dengan syarat anonim karena isu ini sensitif.
“Mengingat Indonesia membanjiri seperlima dari biaya pengembangan KF-X, itu masuk akal dalam beberapa hal bahwa insinyur Indonesia merasa sempit untuk mendapatkan keuntungan teknis melalui program bersama,” ujarnya.
Program tempur KF-X, yang juga didanai oleh pemerintah Korea Selatan dan KAI, melibatkan integrasi teknologi canggih AS, termasuk mesin, persenjataan, sistem kontrol penerbangan dan lainnya.
Sumber pertahanan Seoul mengatakan, proyek jet tempur itu sedang porak-poranda setelah pihak Indonesia mengeluh tentang kontrak yang membatasi pihak Jakarta dari keuntungan teknis dan lisensi ekspor dari IF-X. Indonesia merupakan mitra asing satu-satunya dalam proyek jet tempur tersebut.
Dalam kontrak, pihak Indonesia menanggung 20 persen pembiayaan dari proyek IF-X USD7,5 miliar.
Awal Mei ini, Kementerian Pertahanan Indonesia dilaporkan berupaya menegosiasikan ulang program pengembangan jet tempur gabungan tersebut. Laporan itu awalnya diterbitkan kantor berita Antara.
“Negosiasi ulang diperlukan untuk memperjelas keuntungan Indonesia dari program ini, karena proyek akan dibiayai dengan dana dari anggaran negara,” kata juru bicara Kementerian Pertahanan Indonesia, Brigjen Totok Sugiharto.
Totok mengatakan Indonesia tidak boleh menjual pesawat IF-X ke negara lain atau secara lokal memproduksi beberapa komponen karena pembatasan kontrak.
Dia menambahkan negara ini tidak melihat masa depan untuk kerja sama seperti itu, sebagian karena intervensi Amerika Serikat yang membatasi penelitian yang akan membantu menghasilkan pesawat. Namun, Totok berharap program bersama ini akan terus berlanjut.
Sebelumnya, prospek penghentian Indonesia dalam partisipasi IF-X meningkat setelah pemerintah yang dipimpin Presiden Joko Widodo ini gagal membayar sekitar USD130 juta dari kontribusinya, yang jatuh tempo pada bulan Desember.
Sekitar 80 pekerja Indonesia yang mengambil bagian dalam pengembangan dan produksi IF-X kembali ke Tanah Air awal tahun ini rumah awal tahun ini. Hal itu menguatkan spekulasi bahwa proyek jet tempur ini sedang bermasalah.
Seorang insinyur Korea Aerospace Industries (KAI) mengatakan bahwa insinyur Indonesia yang dikirim ke Korea Selatan mengalami kesulitan untuk mempelajari dan meneliti teknologi kunci dari KF-X atau IF-X.
“Terus terang, delegasi Indonesia dibatasi untuk mengakses banyak bagian dari teknologi dan studi KF-X, terutama dari yang berkaitan dengan AS,” kata insinyur KAI itu kepada Defense News, yang berbicara dengan syarat anonim karena isu ini sensitif.
“Mengingat Indonesia membanjiri seperlima dari biaya pengembangan KF-X, itu masuk akal dalam beberapa hal bahwa insinyur Indonesia merasa sempit untuk mendapatkan keuntungan teknis melalui program bersama,” ujarnya.
Program tempur KF-X, yang juga didanai oleh pemerintah Korea Selatan dan KAI, melibatkan integrasi teknologi canggih AS, termasuk mesin, persenjataan, sistem kontrol penerbangan dan lainnya.
Comments
Post a Comment